Bootstrap

Konklusi Kitab Samuel, Raja-raja dan Tawarikh

Tafsiran Alkitab / Dibuat oleh Proyek Teologi Kerja
Chess 140340 620

Masalah pengaturan dan kepemimpinan menyentuh seluruh kehidupan. Ketika bangsa-bangsa dan organisasi-organisasi diatur dan dikelola dengan baik, orang-orang memiliki kesempatan untuk berkembang. Ketika para pemimpin gagal bertindak untuk kebaikan organisasi dan komunitas mereka, bencana muncul. Keberhasilan atau kegagalan raja-raja Israel dan Yehuda pada akhirnya bergantung pada kesetiaan mereka pada perjanjian dan hukum Allah. Dengan sebagian pengecualian tentang Daud, Salomo, dan beberapa lainnya, raja-raja itu memilih untuk menyembah ilah-ilah palsu, yang membuat mereka mengikuti prinsip-prinsip yang tidak etis dan memperkaya diri sendiri dengan mengorbankan rakyat mereka. Ketidaksetiaan mereka pada akhirnya membawa kehancuran pada Israel maupun Yehuda.

Namun, kesalahan tidak hanya terletak pada raja-raja itu. Bangsa itu sendiri yang mendatangkan bahaya tirani itu pada mereka ketika mereka menuntut agar nabi Samuel mengangkat seorang raja bagi mereka. Karena tidak percaya Allah akan melindungi mereka, mereka rela menundukkan diri di bawah pimpinan seorang otokrat (penguasa mutlak). “Setiap bangsa mendapatkan pemerintahan yang pantas diterimanya,” kata Joseph de Maistre.[1] Pengaruh yang merusak dari kekuasaan merupakan bahaya yang selalu ada, tetapi bangsa dan organisasi harus diatur. Bangsa Israel kuno telah memilih pemerintahan yang kuat dengan membayar harga kekejaman dan korupsi, sebuah godaan yang sangat banyak dialami pada masa kini juga.

Bangsa-bangsa lain menolak melakukan pengorbanan apa pun yang diperlukan—membayar pajak, mematuhi aturan, melepaskan milisi-milisi kesukuan dan pribadi— untuk membangun pemerintahan yang fungsional dan membayar harga dengan anarki, kekacauan, dan ketercekikan ekonomi. Dan yang menyedihkan, hal seperti ini masih terus berlangsung hingga saat ini di berbagai negara. Keseimbangan yang sangat baik diperlukan untuk menghasilkan pemerintahan yang baik, keseimbangan yang hampir di luar kemampuan manusia. Jika ada satu pelajaran utama yang dapat kita tarik dari kitab-kitab Samuel, Raja-Raja, dan Tawarikh, pelajaran itu adalah bahwa hanya dengan menyerahkan diri kepada kasih karunia dan pimpinan Allah, perjanjian dan perintah-perintah-Nya, sebuah bangsa dapat menemukan kebajikan etis yang dibutuhkan untuk pemerintahan yang baik dan langgeng.

Pelajaran ini tidak hanya berlaku untuk bangsa-bangsa, tetapi juga untuk perusahaan-perusahaan, sekolah-sekolah, organisasi-organisasi non-pemerintah, keluarga, dan segala macam tempat kerja lainnya. Pengaturan dan kepemimpinan yang baik sangat penting untuk orang berhasil dan berkembang secara ekonomi, relasi, pribadi, dan rohani. Kitab-kitab Samuel, Raja-raja, dan Tawarikh menggali berbagai aspek kepemimpinan dan pengaturan di antara banyak macam pekerja. Terkhusus yang meliputi bahaya-bahaya dari kekayaan dan otoritas yang diwariskan, bahaya memperlakukan Allah sebagai jimat keberuntungan dalam pekerjaan kita, kesempatan yang datang untuk para pekerja yang setia, kegembiraan dan kesedihan dalam menjadi orang tua, kriteria yang baik dalam memilih pemimpin, perlunya kerendahan hati dan kolaborasi dalam kepemimpinan, peran inovasi dan kreativitas yang esensial, dan perlunya perencanaan suksesi dan pengembangan kepemimpinan.

Kitab-kitab ini banyak memerhatikan penanganan konflik, memperlihatkan karier yang hancur akibat konflik yang ditekan maupun potensi kreatif dari ketidaksepakatan yang terbuka dan saling menghormati. Kitab-kitab ini menunjukkan kebutuhan akan diplomat dan penengah, yang formal maupun informal, dan peran penting bawahan yang berani mengatakan kebenaran—dengan penuh hormat—kepada orang yang berkuasa, meskipun akan berisiko pada diri mereka sendiri. Di dalam kitab-kitab yang dipenuhi figur-figur otoritas yang bercacat ini, beberapa pemimpin yang sangat baik adalah Abigail, yang keterampilan menyelesaikan konfliknya yang baik telah menyelamatkan kehidupan keluarganya dan integritas Daud, dan budak perempuan istri Naaman yang tidak disebutkan namanya, yang keberaniannya dalam melayani orang yang memperbudaknya (Naaman) membawa perdamaian di antara bangsa-bangsa yang bertikai.

Pemimpin terbaik yang paling menonjol dalam kitab-kitab ini adalah Elisa, nabi Allah. Di antara semua nabi, Elisa paling banyak memperhatikan kepemimpinan dalam kehidupan sehari-hari, pekerjaan dan masalah ekonomi. Ia memperbaiki sistem pengairan kota, memodali komunitas ekonomi untuk berwirausaha, mendamaikan bangsa-bangsa melalui misi medis (atas dorongan budak perempuan yang disebutkan di atas), menciptakan budaya etika di dalam organisasinya sendiri, dan meningkatkan penghidupan para janda, pekerja laki-laki, komandan, dan petani. Menyampaikan firman Allah kepada manusia menghasilkan pemerintahan yang baik, pembangunan ekonomi, dan produktivitas pertanian.

Sayangnya, dalam kehidupan raja-raja sendiri, ada jauh lebih banyak contoh kepemimpinan dan penanganan yang buruk daripada yang baik. Selain menangani konflik dengan buruk seperti yang dijelaskan di atas, raja-raja, pekerja rodi, keluarga yang hancur, menonjolkan kelompok elit pegawai negeri dan perwira militer yang mengorbankan rakyat biasa, membebankan pajak yang tak terkira pada rakyat untuk mendukung gaya hidup mewah mereka, membunuh orang-orang yang menghalangi jalan mereka, menyita properti secara sewenang-wenang, menumbangkan lembaga keagamaan, dan akhirnya membawa kerajaan ke dalam penaklukan dan pembuangan. Anehnya, penyebab masalah-masalah ini bukanlah akibat kegagalan dan kelemahan raja-raja itu, tetapi kesuksesan dan kekuatan. Mereka memelintir kesuksesan dan kekuatan yang Allah berikan kepada mereka menjadi arogansi dan tirani, yang mengakibatkan mereka meninggalkan Tuhan dan melanggar perjanjian dan perintah-perintah-Nya. Inti kegelapan dari kepemimpinan yang berbahaya adalah penyembahan ilah-ilah palsu yang menggantikan Allah yang benar. Saat kita melihat kepemimpinan yang buruk saat ini—dalam diri orang lain atau diri kita sendiri—pertanyaan pertama yang baik mungkin adalah, “Ilah palsu apa yang sedang disembah dalam situasi ini?”

Sebagaimana cahaya akan bersinar lebih terang dalam kegelapan, kegagalan para raja membuat bersinar beberapa episode kepemimpinan yang baik. Musik dan seni berkembang di bawah pemerintahan Daud. Pembangunan Bait Suci pada zaman Salomo merupakan keajaiban arsitektur, konstruksi, seni kerajinan, dan organisasi ekonomi. Para imam pada zaman Yehoas mengembangkan sistem akuntabilitas keuangan yang masih digunakan sampai sekarang. Obaja memberikan teladan kebaikan yang dapat dilakukan orang beriman dalam sistem yang korup dan situasi yang jahat.

Obaja adalah teladan yang jauh lebih baik bagi kita saat ini daripada Daud, Salomo, atau raja mana pun. Perhatian utama raja adalah, "Bagaimana saya bisa memperoleh dan mempertahankan kekuasaan?" Perhatian Obaja adalah, "Bagaimana saya bisa melayani orang lain sebagaimana yang Allah mau dalam situasi di tempat saya berada?" Keduanya adalah masalah kepemimpinan. Yang satu berfokus pada berbagai kebaikan yang dibutuhkan untuk berkuasa, yang lain berfokus pada kuasa yang dibutuhkan untuk kebaikan. Marilah kita berdoa agar Allah memanggil umat-Nya ke posisi-posisi kekuasaan, dan agar Dia memberi kita masing-masing kekuatan yang dibutuhkan untuk memenuhi panggilan kita. Namun, sebelum dan sesudah kita mengucapkan doa-doa itu, mari kita mulai dan akhiri dengan berdoa, “Jadilah kehendak-Mu.”