Menggabungkan Semuanya
Artikel / Dibuat oleh Proyek Teologi Kerja
Nah, kita sudah membahas tentang Perintah, Konsekuensi, dan Karakter. Tiga pendekatan etika yang berbeda. Pada kenyataannya, beberapa gabungan pendekatan ini sering muncul saat menghadapi situasi nyata sehari-hari. Sebagai contoh, sulit untuk memikirkan penerapan perintah atau aturan tertentu tanpa juga memikirkan konsekuensi-konsekuensi dari tindakan itu. Sementara pada saat yang sama, memilih di antara berbagai konsekuensi yang diantisipasi bergantung pada mengetahui prinsip-prinsip apa yang kita prioritaskan dalam menentukan yang terbaik. Dan, apa pun yang ditentukan dalam teori itu, karakterlah yang akhirnya menentukan bagaimana seseorang memilih untuk bertindak.
Oleh karena itu, dalam membuat keputusan moral, kita akan mendapati diri kita berada dalam tarian etis yang melibatkan interaksi-interaksi yang saling memengaruhi di antara berbagai pendekatan ini.
Rangkuman Ketiga Pendekatan
Deontologi | Teleologi | Kebajikan | |
Konsep Kunci | Perintah/Aturan | Konsekuensi/Hasil | Karakter |
Pertanyaan Utama | Apa aturan yang berlaku? | Apa yang akan mendatangkan hasil terbaik? | Apakah saya akan menjadi orang baik? |
Seringkali, pendekatan yang kita gunakan tergantung pada sifat situasi yang kita hadapi. Sebagai contoh, apakah kita sedang berusaha menyelesaikan persoalan moral yang besar ataukah memutuskan pilihan moral sehari-hari yang lebih sederhana. Mari kita jelaskan maksudnya.
Menyelesaikan Persoalan Moral Yang Besar
Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar IsiBanyak pengajaran tentang etika bisnis dibangun dengan menelaah studi-studi kasus yang penting dan dikembangkan sebagai respons terhadap persoalan moral yang besar; khususnya tantangan-tantangan yang muncul ketika prinsip-prinsip penting saling berbenturan dan tampaknya mengarahkan kepada solusi yang berbeda-beda. Usaha menyelesaikan masalah semacam itu cenderung dimulai dengan menekankan pentingnya mengembangkan metode penalaran moral dalam menghadapi tantangan itu. Model itu biasanya menekankan pentingnya memikirkan aturan-aturan yang relevan dan memperhitungkan kemungkinan hasilnya dengan tujuan membandingkan dan mempertimbangkannya untuk menemukan opsi tindakan terbaik dalam konteks itu. Penekanan pada kebajikan dan karakter dalam hal ini terutama berkaitan dengan memastikan ada cukup motivasi dan tekad untuk menjamin dihasilkannya tindakan yang tepat. Model ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Model Prioritas Aturan/Konsekuensi (keputusan-tindakan)
Menentukan hal apa yang benar yang harus dilakukan dalam setiap situasi → | Menetapkan aturan (perintah) yang berlaku ↓ | Menemukan hasil (konsekuensi) terbaik ↓ |
Menjadi orang baik dengan melakukan hal yang benar dalam segala situasi → | Melakukan yang Anda tentukan benar (karakter) | |
Jenis metode yang dianjurkan biasanya terlihat seperti ini:[1]
Mengumpulkan semua fakta yang relevan.
Memperjelas masalah-masalah etis utama.
Mengdentifikasi aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang relevan untuk kasus itu.
Merujuk ke sumber-sumber panduan yang penting — terutama Alkitab, dengan keterbukaan pada cara terbaik dalam membaca Alkitab untuk mengatasi situasi ini. Namun juga merujuk ke sumber-sumber yang relevan lainnya.
Meminta bantuan orang-orang di komunitas yang mengenal Anda dan situasi itu. Ini akan membantu Anda terhindar dari penipuan diri atau terlalu memperhatikan kecenderungan/ prasangka tertentu Anda.
Membuat daftar semua tindakan alternatif.
Membandingkan alternatif-alternatif itu dengan prinsip-prinsip.
Menghitung kemungkinan hasil dari setiap tindakan dan memikirkan konsekuensi-konsekuensi.
Merenungkan keputusan Anda dalam doa di hadapan Tuhan.
Membuat keputusan dan menindaklanjutinya.
Membangun sistem dan kebiasaan praktik yang membentuk karakter organisasi/masyarakat agar cenderung melakukan yang telah Anda tentukan benar sebagaimana yang seharusnya.
Menemukan cara-cara untuk terus-menerus melakukan aktivitas-aktivitas yang memang bagian dari melakukan hal yang benar seperti yang telah Anda tentukan.
Pilihan Moral Sehari-hari
Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar IsiModel kedua mengakui bahwa sebagian besar keputusan etis dalam kehidupan dan pekerjaan kita sehari-hari dibuat secara instan, seringkali di bawah tekanan dan tanpa banyak kesempatan untuk berpikir panjang. Keputusan-keputusan ini adalah hasil dari kebiasaan-kebiasaan seumur hidup dan juga dipengaruhi oleh budaya tempat kita bekerja, kelompok sebaya dan komunitas iman kita. Sejauh mana kebajikan dan karakter Kristen telah tertanam dalam diri kita juga ikut memengaruhi. Inilah pemuridan Kristen yang umum. Tetapi pentingnya “menjadi” sebagai dasar untuk kita “melakukan” tidak berarti penalaran moral tidak diperlukan. Dalam kehidupan yang baik, masih ada tempat untuk memahami aturan-aturan dan memperhitungkan konsekuensi-konsekuensi. Namun dalam hal ini, aturan dan konsekuensi berada di bawah kebajikan dan dipandang sebagai pelayan, bukan tuan. Ini memutarbalik prioritas yang ditunjukkan pada diagram sebelumnya:
Model prioritas-karakter (perkembangan etis)
Menjadi orang baik → | Mengembangkan karakter yang baik agar memiliki kebijaksanaan dan ketekunan untuk mematuhi aturan dan menemukan hasil (karakter) terbaik ↓ ↓ | |
Menentukan hal yang benar untuk dilakukan ketika situasi tidak jelas → | Menentukan aturan yang berlaku dalam setiap situasi (perintah) | Menemukan hasil terbaik dalam setiap situasi (konsekuensi) |
Ini tidak berarti bahwa penekanan pada kebajikan juga tidak menimbulkan masalah moral, karena kita bisa saja menemukan kebajikan-kebajikan saling bersaing dan menarik ke arah yang berbeda-beda. Contohnya, keberanian dan kehati-hatian dapat menarik ke arah yang berbeda, atau keadilan dan kedamaian, atau kesetiaan dan kebenaran. Membuat keputusan moral yang baik dalam hal-hal seperti ini bukan tentang mencari satu jawaban yang benar karena ada kemungkinan jawabannya tidak hanya satu. Membuat keputusan moral yang baik di sini lebih tentang melihat alternatif-alternatif sebagai ketegangan yang dapat memunculkan respons-respons kristiani yang seimbang.
Membuat Keputusan Etis di Dunia Yang Telah Jatuh
Kembali ke Daftar Isi Kembali ke Daftar IsiSejauh ini kita sudah berbicara seolah-olah kita memiliki kemampuan untuk mematuhi aturan-aturan Allah, mencari hasil yang dicari Allah, menjadi karakter yang diinginkan Allah pada diri kita. Padahal biasanya kita sangat jauh dari kemampuan itu. Kita bisa tidak memiliki kekuatan atau posisi untuk melakukan hal yang benar. Kita bisa tidak memiliki keberanian. Kita bisa tersandung oleh keinginan, sikap, ketakutan, relasi-relasi, dan faktor-faktor lain diri kita sendiri yang tidak benar.
Terkadang kita tidak hanya kekurangan kemampuan, tetapi juga pengetahuan yang dibutuhkan untuk melakukan yang benar. Mungkin aturan Allah tidak jelas ketika menyangkut perang atau bioetika, misalnya. Mungkin kita tidak tahu hasil yang mana yang dikehendaki Allah ketika pilihannya adalah bekerja sebagai pelacur atau melihat anak-anak kita kelaparan. Mungkin kita tak dapat membayangkan karakter seperti apa yang Yesus inginkan dari kita di tempat kerja ketika orang-orang tampaknya kompeten namun berpikiran sempit, atau tidak kompeten namun baik hati.
Dalam banyak situasi kerja dan kehidupan, kita benar-benar tak dapat mencapai solusi yang sempurna. Kita sering menghadapi pilihan bukan antara yang lebih baik dan terbaik, tetapi antara yang buruk dan lebih buruk. Meskipun demikian, Allah tetap bersama kita. Pendekatan etika Kristen tidak menghukum kita untuk gagal jika kita tidak dapat menggapai kesempurnaan. Sebaliknya, pendekatan ini memberi kita sumber daya untuk melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan, atau setidaknya melakukan yang lebih baik daripada yang biasanya kita lakukan. Dalam sistem yang korup, mungkin tidak banyak yang dapat kita lakukan untuk membuat perbedaan nyata. Meskipun demikian, Alkitab memberi kita gambaran tentang maksud Allah dalam segala sesuatu, meskipun kita tak dapat menggapainya dalam waktu dekat. Hal ini dimaksudkan untuk menjadi alasan untuk berharap, bukan merasa bersalah. Allah telah memilih memasuki kehidupan manusia — dalam diri Yesus — di tengah rezim yang korup. Dia menderita konsekuensi terburuk, tetapi muncul sebagai pemenang oleh kasih karunia Allah. Kita pun dapat mengharapkan hal yang sama sebagai pengikut Yesus. “Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan supaya dunia diselamatkan melalui Dia” (Yohanes 3:17).
Pada akhirnya, semua bermuara pada kasih karunia. Kasih karunia Allah dapat memperjelas bagi kita apa itu hal yang benar. Kasih karunia Allah dapat membuat kita mampu melakukan yang kita tahu benar. Bahkan jika kita gagal, kasih karunia Allah dapat mengampuni kita dan memungkinkan kita untuk mencoba lagi.
Kejatuhan dunia adalah salah satu alasan terpenting untuk menganggap pendekatan karakter sangat penting. Kita mungkin tidak dapat mematuhi semua aturan Allah atau menginginkan semua hasil yang diinginkan Allah. Namun, dengan kasih karunia Allah, kita dapat berlatih melakukan sesuatu yang lebih baik hari ini daripada yang kita lakukan kemarin. Jika kita tak melakukan apa-apa pun selain mengatakan kebenaran satu kali pada hari ini ketika kita sudah akan berbohong kemarin, karakter kita telah menjadi sedikit lebih seperti yang Allah inginkan. Pertumbuhan seumur hidup secara etis untuk menjadi lebih baik, sedikit demi sedikit, membuat perbedaan yang nyata.
