Dari Prinsip-Prinsip Panduan Menjadi Satu Perintah Yang Jelas
Artikel / Dibuat oleh Proyek Teologi Kerja
Ada daya tarik yang tak terbantahkan untuk mereduksi seluruh perintah moral Alkitab menjadi hanya satu perintah yang menyeluruh. Bagi John Maxwell, ini adalah Aturan Emas, “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi” (Matius 7:12). Pendekatan ini hanya perlu mengajukan satu pertanyaan, “Bagaimana saya ingin diperlakukan dalam situasi ini?”[1] Maxwell mengakui bahwa dalam penerapannya mungkin juga diperlukan sejumlah prinsip lain, seperti:
Memperlakukan orang lain lebih baik daripada mereka memperlakukan Anda.
Berjalan sejauh dua mil.
Menolong orang yang tidak dapat menolong Anda.
Melakukan yang benar ketika melakukan yang salah itu wajar.
Menepati janji sekalipun hal itu menyakitkan.
Sayangnya, cara ini justru menambah dan bukannya mengurangi jumlah perintah yang mendasar. Cara ini juga bisa memasukkan prinsip-prinsip yang tidak secara langsung berasal dari Alkitab.
Joseph Fletcher, dalam Situation Ethics [2] menundukkan segala sesuatu di bawah “Hukum Kasih” Yesus: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Matius 22:39). Ia kemudian menghadapi masalah yang sama, dipaksa menemukan sejumlah prinsip lain (empat pra-asumsi dan enam proposisi), untuk menjelaskan bagaimana hal yang paling mengasihi bisa ditentukan. Maxwell ingin menjauhkan diri dari “relativisme moral” Etika Situasi dan, tidak seperti Fletcher, ia tidak berkata bahwa Hukum Kasih adalah satu-satunya prinsip moral absolut dengan cara mereduksi semua aturan moral lainnya menjadi hanya sebagai “pencerahan” yang berguna. Tetapi Maxwell dan Fletcher sama-sama menunjukkan bahwa meskipun kesederhanaan meninggikan satu prinsip itu menarik dan berguna dalam beberapa hal, tetapi cara itu terlalu menyederhanakan dan cukup menyesatkan dalam hal lain.
Mereka juga menunjukkan ketidakcukupan menggunakan satu pendekatan saja dalam melakukan etika, yang dalam kasus mereka, pendekatan perintah. Kedua contoh ini dimulai dengan meninggikan satu perintah Alkitab absolut, tetapi kemudian beranjak dengan cepat memikirkan berbagai situasi dan konsekuensi untuk menentukan perintah-perintah memenuhi syarat lainnya yang diperlukan untuk memberi kejelasan. Dan cara mereka berbicara tentang kasih menunjukkan bahwa penerapannya bagaimana pun akan sangat bergantung pada karakter pelaku.
