Persaingan Sebagai Bentuk Kerja Sama Merupakan Solusi
Artikel / Dibuat oleh Proyek Teologi Kerja
Kita telah melihat bahwa persaingan itu esensial tetapi juga dapat melukai orang. Alkitab mengakui kedua fakta ini. Alkitab menerima—dan di beberapa tempat menghargai—persaingan. Namun, Alkitab mengecam bahaya yang ditimbulkan satu sama lain ketika orang saling bersaing tanpa kasih, dan memerintahkan kita untuk mengasihi sesama seperti diri sendiri (Markus 12:31). Bagaimana kita dapat menyelaraskan hal yang tampaknya bertentangan ini? Dengan melakukan persaingan sebagai bentuk kerja sama. Bahkan saat kita bersaing dengan orang lain, kita harus bekerja sama dengan mereka dan masyarakat dalam kasih dengan memerhatikan kebutuhan-kebutuhan mereka dan tujuan-tujuan Allah. Pada bagian ini kita akan membahas bahwa berpartisipasi dalam persaingan ekonomi dapat menjadi bentuk kerja sama, dan karenanya dapat menjadi cara untuk mengasihi sesama.
Kita mulai dengan mengakui bahwa ekonomi bukan hanya akibat dari keterbatasan kita, tetapi juga hasil dari relasionalitas kita. Sebagaimana dinyatakan dalam tafsiran Proyek Teologi Kerja tentang kitab Kejadian, kita diciptakan sebagai makhluk relasional menurut gambar Allah kita yang relasional. Kita adalah makhluk yang saling bergantung dan bekerja sama dalam hampir segala hal, termasuk di dunia kerja. “Ekonomi” di satu sisi hanyalah aspek sosial dan budaya – aspek relasional dan koperatif kerja.
Kepelbagaian kebutuhan, preferensi, dan situasi kita menciptakan peluang untuk saling mengasihi melalui transaksi ekonomi. Hal-hal yang kita hasilkan atau layanan yang kita sediakan memberikan pilihan kepada orang lain. Orang yang satu mungkin lebih suka mengasihi dan memuliakan Allah serta mengasihi sesama dengan menyajikan makanan untuk orang lain, dan sebagai balasannya ia menerima sarana untuk mendengarkan musik di perangkat seluler. Orang yang lain mungkin lebih suka mengasihi dan memuliakan Allah serta mengasihi sesama dengan mengoperasikan perangkat komputer yang menyiarkan musik ke perangkat seluler, dan sebagai balasannya ia menerima makanan siap saji. Jadi, Jane sabagai pelayan restoran mencari uang dengan menyajikan makanan dan membelanjakannya untuk mengunduh lagu dari perusahaan Mary, sementara Mary yang ahli IT mencari uang dengan mengoperasikan komputer dan membelanjakannya untuk memesan makanan di restoran Jane. Dengan kata lain, kita bersaing bukan hanya karena kita ingin melakukan penjualan, tetapi karena kita juga ingin menyediakan hal yang baik untuk konsumen.
Aspek relasional kerja merupakan alasan yang lebih dalam dari keadaan "tidak baik" Adam yang seorang diri saja (Kejadian 2:18). Hawa dibutuhkan bukan hanya untuk memberi keturunan, tetapi sebagai "penolong" Adam, mitra kerja samanya dalam pekerjaan mengembangkan dan mengurus dunia. Satu orang saja tidak dapat bekerja sama, dan karenanya tidak dapat mencerminkan kemuliaan Allah Tritunggal, yang pribadi-pribadi-Nya bekerja dalam kerjasama yang kekal. Seperti dikatakan John Bolt:
“Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja.” Agar kita dapat memahaminya dengan benar, kita harus menyingkirkan sejenak pandangan modern tentang “companionate marriage” (pernikahan yang didasari persahabatan dan kesetaraan). Intinya bukan bahwa Adam itu kesepian, tetapi bahwa ada yang tidak lengkap pada dirinya sebagai manusia. Jika manusia adalah gambar Allah sesuai rancangan Sang Pencipta, maka “laki-laki” perlu dilengkapi dengan “perempuan.” Di sini pada hakikatnya kita menemukan dasar dari seluruh tatanan sosial.[1]
Banyak orang secara bersama-sama – komunitas manusia – dapat melakukan pekerjaan mengelola dan memelihara ciptaan, sehingga dapat menunjukkan kasih yang relasional yaitu Allah.
Itulah sebabnya kerja sama ada di pusat kehendak Allah dalam pekerjaan kita. Perlu dicatat bahwa di samping persaingan, kerja sama merupakan tema yang konsisten dalam tafsiran Proyek Teologi Kerja. Banyak sekali penerapan masa kini yang dianjurkan dalam tafsiran ini untuk membangun kerja sama yang lebih baik di tempat kerja. Inilah perhatian yang didukung secara luas di dalam Alkitab (Mazmur 133:1; Amsal 26:21; Pengkhotbah 4:9-12; Filipi 2:1-5; 2 Timotius 2:24).
