Bootstrap

Tugas Memberitakan Injil

Artikel / Dibuat oleh Proyek Teologi Kerja
Rome

Kita mungkin tergoda untuk percaya bahwa pertumbuhan eksponensial gereja mula-mula adalah hasil dari kotbah-kotbah dahsyat Petrus, Paulus dan beberapa pembicara berbakat lainnya yang pekerjaannya memberitakan Injil. Atau kita mungkin memuji strategi Paulus yang menargetkan pusat-pusat budaya penting dan menanam gereja-gereja yang dapat menyebarkan Injil ke seluruh daerah pedalaman di sekitarnya. Upaya-upaya ini memang patut diperhatikan – bagaimanapun semuanya tertulis di Alkitab [1] —tetapi yang jauh lebih penting adalah fakta bahwa orang Kristen mula-mula dari setiap etnis, gender dan lapisan masyarakat sangat bergairah untuk memperluas Kerajaan Kristus. Mereka berkomitmen untuk “bertindak sebagai duta-duta besar Kristus kepada dunia yang memberontak, apa pun konsekuensinya.”[2]

Orang Yang Pergi ke Gereja Percaya tentang Hal Membagikan Iman, tetapi Kebanyakan Tak Pernah Melakukannya

Studi yang diadakan LifeWay Research menemukan bahwa 80 persen dari orang yang pergi ke gereja sebulan sekali atau lebih, percaya bahwa mereka punya tanggung jawab pribadi untuk membagikan iman mereka, tetapi sebagian besar tidak pernah melakukannya.

Sejarah dan Perjanjian Baru menunjukkan bahwa Injil tersebar dengan sangat cepat di sepanjang rute-rute perdagangan, tempat-tempat umum, dan dari rumah ke rumah – atau dalam bahasa Yunaninya, dari oikos ke oikos. Oikos adalah unit sosial dan ekonomi dasar di dunia Yunani-Romawi —bukan hanya sebagai rumah tempat tinggal keluarga, tetapi sebagai tempat bisnis rumahtangga kecil di zaman kuno yang meliputi para anggota keluarga besar, karyawan, dan pelanggan yang sering datang ke tempat itu.

Melalui percakapan-percakapan informal di dalam dan di antara oikos-oikos inilah orang-orang percaya, laki-laki dan perempuan, memberitakan Injil kepada teman, kerabat, rekan kerja, kolega, pelanggan, murid, guru dan sesama prajurit – melalui jaringan relasi di tempat kerja mereka. Mereka bukan rohaniwan profesional, tetapi pekabar Injil informal.

Sejak di Kisah Para Rasul 8 kita sudah mendapati bahwa orang-orang yang terusir dari Yerusalem sebagai akibat penganiayaan sesudah Stefanus mati dibunuh sebagai martir bukanlah para rasul tetapi para misionaris “amatir” yang membawa Injil bersama mereka ke mana pun mereka pergi…. Penginjilan mereka tentu bukan mengajar secara formal, tetapi melalui percakapan informal dengan teman dan kenalan yang dijumpai secara tak terduga, di rumah-rumah dan kedai minuman, di jalan-jalan dan pasar-pasar. Mereka pergi ke mana saja sambil membicarakan Injil; mereka melakukannya secara alami, dengan antusias dan dengan keyakinan mereka yang tidak dibayar untuk mengatakan hal-hal itu.[3]

Sebagai akibatnya, tempat kerja menjadi medan paling strategis dalam pekabaran Injil gereja mula-mula. Saat ini, gereja Yesus Kristus juga sedang mengalami pertumbuhan eksponensial yang sama di Dunia Selatan – yang menimbulkan pertanyaan: Dengan adanya lebih dari 340.000 gereja [4] dan lebih dari 600.000 rohaniwan [5] serta 75 persen orang Amerika yang “mencari cara-cara untuk hidup lebih bermakna,” [6] mengapa populasi Kristen di Barat menyusut, sementara populasi non-religius meningkat? [7]

Dengan semakin jauhnya budaya Barat dari Kristus, kita bisa berasumsi bahwa menjangkau orang dengan Injil menjadi makin sulit. Dalam satu hal, ini benar. Memang makin sulit untuk mengajak orang pergi ke gereja, mendengarkan pemaparan Injil dari orang asing, atau menghadiri kebaktian kebangunan rohani. Tetapi pintu Injil tetap terbuka lebar melalui relasi-relasi pribadi. Sesungguhnya, penelitian-penelitian menunjukkan bahwa 90 persen anggota jemaat yang datang pada Kristus ketika mereka dewasa, menjadi percaya karena relasi mereka dengan satu atau lebih orang Kristen di luar gereja.[8] Inilah yang membuat tempat kerja sangat strategis. Di situlah sesungguhnya pekerjaan yang kita lakukan setiap hari tidak hanya berkontribusi bagi kemajuan umat manusia, tetapi juga memberi bukti nyata bahwa Injil benar-benar Kabar Baik.